Lindungi UMKM, Pemkot Bantu Pemasaran Produk
Rombongan anggota dewan dari DPRK Banda Aceh menyambangi gedung DPRD pada Selasa (11/2) siang. Rombongan dipimpin oleh T. Arief Khalifah, ST selaku Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh dalam sambutannya, beliau menyampaikan ketertarikannya terhadap kota Jogja yang sangat kental dengan budaya. “Meski Jogja banyak dikunjungi wisatawan dari mancanegara, namun tetap bisa menjaga budaya aslinya. Bagaimana bentuk kebijakan pemerintah daerah terhadap hiburan seperti diskotik, karena biasanya keberadaan hiburan seperti itu bisa merusak budaya daerah,” ucapnya.
Dalam pertemuan tersebut, Hary Sukmo Prasetyawan, kasubbag Humas dan Protokol Sekretariat DPRD Kota Jogja menyampaikan bahwa Kota jogja adalah Kota berbasis budaya, sehingga tidak bisa meninggalkan budaya jawa dalam kebijakan pemerintah daerah. Sehingga, tidak diperkenankan ada diskotik. Ke depan aturan bangunan yang ada di Kota Jogja harus berciri khas budaya Jawa. Hal ini bertujuan agar dapat dibedakan dengan daerah lain. “Kota Jogja juga mendapat aliran Dana keistimewaan dari Propinsi DIY untuk pengembangan budaya dan seni. Hiburan yang ada berupa atraksi kesenian yang berciri khas budaya Jawa, sehingga bisa menjadi menarik minat wisatawan yang suka dengan budaya tradisional,” kata Hary.
Untuk membangkitkan UMKM, Hary juga menjelaskan bahwa Pemkot Jogja juga sudah mengupayakan berbagai bantuan, seperti modal, pelatihan, dan peralatan. Terkait pemasaran, yang sering menjadi kendala bagi UMKM, juga sudah diantisipasi Pemkot Jogja dengan kebijakan gandeng-gendong. Melalui program ini, OPD di lingkungan Pemkot Jogja akan menjadi pelanggan rutin produk UMKM berupa makanan, karena diwajibkan memesan jamuan rapat dari UMKM tersebut. Pemkot Jogja juga mengeluarkan kebijakan perlindungan terhadap UMKKM, dengan mematenkan produk UMKM, seperti batik Segoro Amarto. Batik ini juga menjadi seragam wajib bagi pegawai di lingkungan Pemkot Jogja. Selain itu, produk ini hanya dibuat oleh UMKM yang ada di kota Jogja. “Dengan maraknya toko jejaring seperti di banyak daerah, Pemkot juga melakukan pembatasan jumlah izin toko di tiap kecamatan. Rata-rata di DIY, pemkab juga menerapkan kebijakan serupa. Bahkan yang lebih ekstrim lagi di Bantul benar-benar dilarang adanya toko jejaring. Sementara di Kulonprogo, toko jejaring tersebut diminta untuk berubah nama menjadi Tomira (Toko Milik Rakyat) untuk membantu pemasaran produk UMKM warga setempat,” terangnya. (nnk/ast)