STIEPER API Tawarkan Kerjasama ke Dewan Jogja

STIE “PARIWISATA” API sebagai salah satu perguruan tinggi dengan fokus pariwisata bermaksud melakukan kolaborasi dengan Pemkot Jogja khususnya melalui Komisi B DPRD. Adapun rencana kerjasama ini adalah terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi dan juga peran kampus sebagai salah satu unsur pentahelix dalam pengembangan pariwisata. Pada audiensi yang berlangsung pada Selasa (4/2) sore, Setiawan, salah satu staf STIEPER API menyampaikan bahwa selama ini STIEPER API banyak terlibat di desa wisata. Kampus ini sudah dipercaya desa wisata untuk pengembangan program inovasi desa untuk dilombakan sekaligus menjadi pendamping. “Untuk itu kami akan coba memberi beasiswa bagi warga Kota Jogja yang ingin kuliah di bidang pariwisata. Hal ini bertujuan agar  pengelolaan pariwisata dengan lebih baik. Harapannya Jogja punya publik area yang memadai sehingga orang jogja tetap menikmati Jogja tanpa rebutan dengan wisatawan dari luar. Kami disini juga tawarkan terkait pengelolaan wisata dari berbagi dunia dan daerah, kami siap untuk menjadi informan,” katanya.

Di Kota Jogja sudah ada 17 kampung wisata 20 kampung rintisan budaya. Keduanya merupakan aset Pemkot Jogja yang harus didorong. Demikian disampaikan Susanto Dwi Antoro, Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta. Untuk itu, harus benar-benar dipetakan dan OPD terkait yang membidangi harus saling berkoordinasi. “Tahun ini Pemkot Jogja menerima teman-teman dari UGM sekitar 200 mahasiswa yang akan turun untuk  maping potensi UMKM. Bermula dari audiensi ini, nantinya kita akan agendakan untuk menajamkan lagi apa yang akan ditawarkan oleh STIEPAR API untuk meningkatkan pariwisata jogja,” ucapnya.

Oleg Yohan, anggota Komisi B DPRD Kota Yogyakarta menanggapi bahwa sebuah kebijakan bisa memperngaruhi banyak hal. Ketika sebuah lembaga bisa mempresentasikan kelembagaannya, maka  harus ditunjukkan apa saja yang bisa diperbuat untuk masyarakat. Bagaimana norma pendidikan dan masyarakat bisa berjalan harmonis. Dengan penataan kawasan winongo yang berbasis masyarakat, ada masyarakat termarjinalkan di pinggir sungai.  Senyampang dengan itu pihaknya mendorong bagaimana wisata pinggir sungai bisa terkelola dengan baik. “Kadang-kadang kita tidak care dengan apa yang kita miliki. Untuk menyikapi hal tersebut harus ada pihak swasta dan kampus yang mendorong hal itu. Komponen modal dasar, kampus, kampung, dan corporate  harus saling bersinergi. Masyarakat harus bisa paham betul manajemen pariwisata. PAD kita 70% di dapat dari hasil pariwisata. Ketika kami menjadi salah satu tumpuan, kami sangat semangat, pengelolaan pariwisata menjadi andalan, sehingga banyak program yang dicanangkan. Namun, ketika  banyak yang tidak bisa dilakukan, menimbulkan silpa yg banyak,” terang Oleg (hangesti/ast)