Cegah Pelanggaran Hukum Bidang Keolahragaan Melalui Perda

Dalam rangka mencari referensi terkait materi perda tentang keolahragaan, rombongan dewan Kabupaten Bandung Barat melakukan studi banding ke gedung DPRD Kota Jogja pada Selasa (28/1) pagi. Drs. RM Budi Santosa, Kabid Olahraga Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Yogyakarta menjelaskan bahwa Kota Jogja memiliki Perda yang mengatur tentang keolahragaan yaitu Perda No. 9 Tahun 2018. Pembahasan Perda tersebut memakan waktu relatif lama, karena raperda sudah diajukan sejak tahun 2016. Pembahasan sempat terhenti selama beberapa waktu, karena adanya perubahan kelembagaan. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dispora baru terbentuk pada tanggal 3 Januari 2017. Selain berpedoman pada UU No.3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, materi kearifan lokal juga disertakan dalam muatan Perda. Tujuan pengaturan muaranya adalah agar seluruh masyarakat dapat membudayakan hidup sehat. “Terkait prosentase anggaran APBD untuk bidang olahraga, pernah diwacanakan. Namun, ketika dikaji oleh eksekutif dan dewan dapat memberatkan pemerintah daerah karena sudah ada presentase khusus untuk pendidikan dan kesehatan. Sehingga, besarannya tidak ditetapkan,” ucapnya.

Cabang olahraga yang diatur dalam Perda diantaranya olahraga untuk tujuan prestasi, rekreasi, disabilitas, dan ASN. Khusus untuk ASN bertujuan untuk kesehatan dan kebugaran pegawai, agar dapat meningkatkan produktifitas kerja. “Kami juga mewadahi ASN untuk berpartisipasi dalam bidang olahraga, karena ada ajang pertandingan di tingkat nasional yaitu PORNAS KORPRI. Tahun 2019 lalu diadakan di Bangka Belitung,” terang Budi.

Krisnadi Setyawan, Wakil Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta menambahkan bahwa terlambatnya pembahasan Raperda tentang keolahragaan ini diantaranya karena merebaknya kasus hibah KONI pada masa itui. Untuk itu, peran perda tersebut sangat strategis untuk mengatur alokasi anggaran untuk keolahragaan. Pemda memiliki kewajiban untuk memfasilitasi warganya untuk mengembangkan olahraga. Akan tetapi, oleh karena wilayah Kota Jogja sangat sempit, maka sektor usaha dinilai tidak cukup menjadi penopang penyelenggaraan keolahragaan. “Untuk itu penganggaran jangan sampai salah, karena bisa jadi temuan hukum, seperti kasus tadi. Tahun 2020 ini, kami masih memberikan hibah kepada KONI sebesar Rp 7 M, forum olahraga disabilitas sebesar 550 juta, dan FORMI sebesar Rp 400 juta per tahunnya,” tuturnya. (ism/ast)