Kesulitan Peroleh Laporan BUMD, Dewan Probolinggo Belajar dari Jogja

Rombongan DPRD Kabupaten Probolinggo mendatangi gedung DPRD Kota Yogyakarta pada Kamis (12/12) pagi untuk menggali informasi kaitannya dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kota Yogyakarta. Kedatangan mereka diterima oleh Komisi B beserta eksekutif dari Bagian Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Keuangan (P3ADK) Setda Kota Yogyakarta. Mengawali pertemuan, Susanto Dwi Antoro, Ketua Komisi B DPRD Kota Yogyakarta menyampaikan sekilas kondisi Kota Jogja. Kota Jogja fokus pada pengembangan pariwisata sebagai sumber pendapatan andalan. Saat ini di Kota Jogja memiliki destinasi wisata alternatif berbasis kelurahan yaitu kampung wisata. “Ada 17 kampung wisata yang terus kami kembangkan agar bisa menjadi ikon Jogja. Selain itu juga ada 20 kelurahan budaya. Sementara untuk BUMD, Kota Jogja memiliki 3 BUMD, yaitu Bank Jogja, PD Jogjatama Vishesha dan PDAM Tirtamarta,” ucap Susanto.

H. Fernanda Zulkarnain, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Probolinggo menyampaikan bahwa Probolinggo merupakan kota kecil. Saat ini baru ada 1 BUMD di Kabupaten Probolinggo, yaitu PDAM. Sebentar lagi akan ada pasar yang dikembangkan menjadi BUMD. “Kami disini ingin mengetahui bagaimana pengelolaan BUMDnya. Selama ini kami kesulitan mendapatkan masterplan rencana bisnis dan anggaran dari PDAM. Kalau di Kota Jogja bagaimana?” kata Fernanda.

Yeti Kusumawati, Kepala Sub Bagian Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah dan Badan Layanan Umum Daerah, Bagian Perekonomian Pengembangan Pendapatan Asli Daerah dan Keuangan (P3ADK) Setda Kota Yogyakarta menjelaskan bahwa Bagian P3ADK memiliki tugas utama pengembangan PAD. OPD ini juga bermitra dengan OPD penghasil PAD. BUMD paling terlihat berkembang adalah perbankan, karena semua lini bisa mengakses. Sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan BUMD, Pemkot Jogja dan DPRD sepakat melakukan setoran penyertaan modal kepada BUMD (PDAM Tirtamarta dan Bank Jogja) yang sudah dilaksanakan saat ini dan akan terus dikucurkan secara bertahap hingga tahun 2025. Sementara untuk PD Jogjatama Vishesha masih belum bisa, karena struktur kelembagaannya masih dalam proses. Harapannya untuk ke depan, BUMD ini bisa tumbuh mandiri tanpa bantuan dari Pemkot. “Untuk saran pengembangan kami lakukan setiap kali evaluasi 3 bulanan dengan mengundang BUMD. Kami minta melaporkan perkembangan yang dicapai. Untuk menjalankan ketugasan tersebut sudah dibuat regulasi dalam bentu Perwal tentang tata cara monitoring dan evaluasi perwal. Hingga saat ini berdasarkan audit keuangan, BUMD di Kota Jogja semua dinyatakan sehat,” terang Yeti.

Susanto menambahkan bahwa PD Jogjatama Visesha merupakan BUMD yang mengelola XT Square yang merupakan pusat penjualan kerajinan hasil dari Kota Yogyakarta. Selain itu di XT Square juga terdapat pusat kuliner, expo centre, dan museum unik yang merupakan alternatif destinasi wisata andalan di Kota Yogyakarta. BUMD ini fokus pada pengembangan ekonomi daerah usaha mikro kecil dan menengah. Saat ini di Kota Jogja ada 4000 UMKM yang aktif. Kesemuanya dikelola oleh beberapa OPD di Pemkot Jogja, diantaranya Dinas Pariwisata, Dinas Kebudayaan, dan Disperindag. Masing-masing OPD memiliki program masing-masing, seperti pelatihan dan pameran. “Sebagai upaya memajukan XT Square, kami terus berinovasi agar pendapatan XT Square bisa meningkat, misalnya mulai tahun 2020, setiap OPD menyelenggarakan pameran harus diadakan di XT Square. Selain itu kami juga berencana menambah keluasan tempat parkir dan membangun hotel kapsul di sana, karena masih ada space yang tersisa,” ucapnya.

Untuk menambah pendapatan BUMD, Susanto menambahkan bahwa DPRD dan Pemkot Jogja menargetkan agar di tahun 2021, seluruh hotel dan perusahaan sudah menggunakan air dari PDAM. Upaya ini sudah mulai dilakukan dengan memasukkan klausul kewajiban menggunakan air PDAM ketika hotel/perusahaan mengurus perizinan baru maupun perpanjangan perizinan. Saat ini penggunaan air tanah juga sudah mulai diawasi dengan ketat. “Ini terbukti ketika di suatu wilayah, perusahaan/hotel akan mengebor sumur, maka harus melibatkan warga setempat. Tokoh masyarakat harus diundang untuk mengawasi penggalian sumur tersebut hingga selesai,” tutur Susanto.  (ism/ast)