Inovasi Pasar Kota Yogyakarta

Rombongan anggota dewan dari DPRD Kota Malang melakukan studi banding ke Yogyakarta pada Senin (28/1) pagi. Kedatangan mereka ke gedung dewan diterima oleh Ketua DPRD, Kabag Administrasi Umum dan Humas Sekretariat DPRD, dan eksekutif dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta. Abdurrochman, Wakil Ketua DPRD Kota Malang menyampaikan maksud kunjungannya untuk mengetahui inovasi pengelolaan pasar di Kota Yogyakarta. Selain itu, beliau juga menyampaikan beberapa permasalahan terkait hal tersebut. “Di Malang, para pedagang memiliki hak penuh atas kiosnya selama sekian tahun, sehingga seringkali kami merasa kesulitan jika ingin melakukan inovasi atau renovasi. Mereka pun bisa memindahtangankan sendiri kios atau lapak mereka tanpa persetujuan pihak Pemkot. Bagaimana dengan Kota Yogyakarta?” tutur Abdurrochman.

Sekilas mengenai gambaran pengelolaan pasar, dijelaskan oleh pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta. Jumlah pasar di Kota Yogyakarta ada 30 pasar, yang terbagi ke dalam 5 (lima) kelas, yaitu mulai dari pasar Induk (terbesar) hingga pasar kecil-kecil. Kelas pasar nantinya akan menentukan besaran retribusi yang harus dibayar pedagang. Saat ini ada 6 (enam) UPT yang dikelola oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, yaitu UPT Retribusi Wilayah I, UPT Retribusi Wilayah II, UPT Pasty, UPT Pusat Bisnis, UPT Metrologi Tera, dan UPT Logam. Dari semua UPT tersebut menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemkot Yogyakarta hingga 22,4 M tiap tahunnya.

Dwi Nanto Sujatmiko, Kepala Seksi Pengembangan Pasar Dinas Perindustrian dan  Perdagangan Kota Yogyakarta menjelaskan beberapa inovasi pasar yang diselenggarakan Dinas Perindustrian dan Perdagangan diantaranya mulai bulan April, pasar Beringharjo akan buka hingga malam hari, yaitu di sisi paling Barat berbatasan dengan Malioboro. Dari 400 pedagang, ada 250 pedagang yang akan buka hingga 18  jam. Hal ini dilakukan karena ada banyak masukan dari sejumlah pengunjung dan wisatawan luar daerah. Pada bulan Juli mendatang, rencananya Pasty yang merupakan pasar tanaman dan satwa juga akan buka pada malam hari, tetapi diperuntukkan bagi kuliner. Selain itu, e-Retribusi juga sudah dilaksanakan di pasar Beringharjo. Pungutan retribusi juga sudah berbasis GR-Code, dimana petugas pungut akan membawa smart phone dan printer kecil. Nantinya para pedagang tinggal men-scan barcode dan otomatis akan muncul tagihan. “Hal ini dilakukan agar proses lebih transparan dan mengurangi adanya kecurangan. Saat ini sudah ada 24 pasar yang melakukanya, selanjutnya akan diberlakukan secara bertahap untuk seluruh pasar,” kata Dwi Nanto.  

Terkait dengan pemindahan hak atas sewa kios atau lapak, Dwi Nanto menjelaskan bahwa pihak Pemkot Yogyakarta tetap memiliki kewenangan. Terkait perizinan tersebut, pihak Pemkot Yogyakarta menerbitkan 3 (tiga) macam izin, yaitu: KBP (Kartu Bukti Pedagang) untuk kios dan los, Kartu Identitas Pedagang (KIP) untuk lapak, dan KIP sementara. “Pihak kami dapat menghentikan perpanjangan izin jika pedagang tidak membayar uang sewa atau retribusi. 2 (dua) bulan berturut-turut akan mulai kami berikan peringatan. Untuk peralihan hak, kami mengadakan 2 (dua) kali sidang peralihan hak, yaitu di hari Senin dan Kamis. Di situ nanti akan kita undang pihak-pihak yang bersangkutan (pedagang lama dan pedagang baru),” terang Dwi Nanto. (ism/ast)