Kondisi Tenaga Pendidik di Kota Yogyakarta

Pada Jumat (18/1) pagi, DPRD Kota Yogyakarta menerima kunjungan dari DPRD Kota Tanjungpinang. H.Ilimar, anggota DPRD Kota Tanjungpinang menyampaikan maksud kedatangannya untuk bertukar pengalaman terkait kondisi tenaga pendidik di Kota Yogyakarta dan pengawasan Dinas Pendidikan terhadap Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (LPP).

Dalam pertemuan tersebut, Sujanarko, Ketua DPRD Kota Yogyakarta menyampaikan bahwa DPRD dan Pemkot Yogyakarta memiliki komitmen untuk tidak mengalokasikan anggaran dalam rangka pendirian sekolah baru dan penambahan kelas di sekolah negeri. Hal ini dilakukan untuk memeratakan pendidikan ke sekolah swasta.  Terkait kebijakan zonasi yang beberapa tahun ini sudah diterapkan di Kota Yogyakarta sedikit menimbulkan permasalahan karena pendirian sekolah di Kota Yogyakarta belum dirancang untuk model ini. “Pendirian sekolah di Kota Yogyakarta belum merata, karena penataan ruang kami menggunakan model zona. Jadi zona pendidikan sudah ada sendiri, dimana banyak sekolah berdekatan, sementara ada lokasi yang sepi tidak ada sekolah. Kami mencoba menutupi hal ini dengan regrouping sekolah, kemudian mendirikan sekolah di zona yang sepi,” tutur Sujanarko.

Dedi Budiono, Kepala Bidang Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menyatakan bahwa terkait pemenuhan tenaga guru di Kota Yogyakarta, saat ini ada kelebihan guru di tingkat TK, sedangkan untuk tingkat SD dan SMP mengalami kekurangan. Tenaga guru terdiri dari guru PNS dan non PNS, yang terdiri dari tenaga bantu yang diangkat dengan SK Walikota dan digaji setara UMK dan guru honor yang diangkat dengan SK Kepala Sekolah dengan gaji sesuai dengan kemampuan sekolah. “Sejak tahun 2008, pemerintah memang sudah melarang pengangkatan GTT. Oleh karena itu, untuk mencukupi kebutuhan, guru honorer diangkat menggunakan SK Kepala Sekolah. Honor yang mereka terima berasal dari BOS dan BOSDA. Sementara menurut aturan, tidak boleh melebihi 15%. Besaran BOS di tiap satuan pendidikan pun berbeda tergantung jumlah siswa, sehingga honor yang diterima guru pun juga akan berbeda di tiap sekolah. Namun, ada kabar gembira, tahun 2019 nanti, Pemkot sudah mengalokasikan dana APBD sebesar Rp 10 M untuk menggaji guru honorer setara UMK,” kata Dedi.

Terkait dengan LPP, lanjut Dedi, Dinas Pendidikan bertanggungjawab untuk mengeluarkan akreditasi. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu: ketersediaan sarana dan prasarana, proses pembelajaran, kurikulum, pembiayaan, tenaga pendidik, dan penerbitan sertifikat. “Kemendikbud juga memiliki lembaga yang bertugas melakukan uji kompetensi pada peserta didik yang memiliki kompetensi, yaitu TUK (Tempat Uji Kompetensi). Sementara Disdik juga akan menugaskan personel untuk menjadi pengawas,” ucap Dedi. (her/ast)