Bina Remaja Nakal, Butuh Lokasi Baru : Penyebutan Klithih perlu dihilangkan

Dalam beberapa hari terakhir banyak pemberitaan mengenai kenakalan remaja yang dilakukan di jalanan. Di wilayah Yogyakarta, istilah kenakalan itu selalu disebut dengan ‘klithih’. Padahal sudah seharusnya penyebutan istilah ‘klithih’ agar dihilangkan karena memiliki konotasi yang kurang baik bagi Yogyakarta. Anggota DPRD Kota Yogyakarta Ahmad Mufaris, berharap istilah ‘klithih’ tersebut dikembalikan sesuai nama aslinya yakni kenakalan remaja atau kejahatan jalanan. ”Kejahatan jalanan di Kota Yogya jika dibandingkan dengan daerah lain sebenarnya tidak lebih besar. Tetapi dengan adanya istilah ‘klithih’ persepsinya bisa menjadi lain. Seolah menjadi lebih darurat,” tandasnya.

 

Oleh karena itu agar tidak bias terhadap kondusivitas yang ada di Kota Yogya maka politisi Partai Demokrat ini berharap agar penyebutan istilah ‘klithih tersebut dihilangkan dan digantikan kejahatan jalanan atau kenakalan remaja. Penghapusan istilah itu juga bukan berarti penindakan atas kenakalan remaja semakin tumpul, justru menjadi momentum bersama untuk

semakin dipertegas. Bagi pelaku yang dapat dijerat dengan pasal pidana maka harus diproses sesuai ketentuan hukum dengan maksimal. Sedangkan pelaku yang di bawah umur, tidak lantas dilepaskan melainkan perlu ada pembinaan. ”Kami mendorong ada tempat pembinaan atau penampungan bagi anak nakal yang menjadi tersangka kejahatan namun masih di bawah umur. Dengan adanya lokasi terpadu yang dikelola pemerintah maka pembinaan bisa dilakukan.

 

secara intensif,” imbuhnya. Ahmad Mufaris menilai, lokasi terpadu yang difasilitasi pemerintah merupakan bentuk kehadiran negara guna menyikapi kejahatan jalanan atau kenakalan remaja. Dengan begitu anak nakal bisa kembali diarahkan serta keluarga yang menjadi korban mendapatkan rasa keadilan karena tersangka di bawah umur tidak lantas berkeliaran begitu saja. Dirinya juga mendesak agar organisasi perangkat daerah (OPD) terkait untuk pro aktif.

Baik yang menangani masalah pendidikan, sosial, pemberdayaan maupun kesehatan. Apalagi seringkali korban kenakalan

remaja tidak bisa mengakses BPJS Kesehatan karena disangkakan sebagai perkelahian, padahal mereka tidak saling mengenal. ”Seharusnya BPJS Kesehatan lebih bijak dengan rekomendasi dari kepolisian jika yang bersangkutan adalah korban. Dinas Kesehatan harus bisa menjembatani persoalan itu,” tandasnya seraya mendorong orangtua tidak lepas tangan terhadap anaknya yang di luar rumah hingga malam hari. (Dhi)-f