Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak

Kekerasan terhadap perempuan dan anak dipahami sebagai pelanggaran hak asasi manusia dan suatu bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak yang berarti semua tindakan kekerasan berbasis gender yang mengakibatkan, atau mungkin berakibat, kerugian fisik, seksual, psikologis atau ekonomi atau penderitaan terhadap perempuan dan anak, termasuk ancaman tindakan kekerasan serupa, pemaksaan atau perampasan kebebasan secara sewenang-wenang, baik di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.

Di Kota Yogyakarta sendiri kasus kekerasan masih cukup besar, khususnya kekerasan yang menimpa perempuan maupun anak-anak. Kasus kekerasan di Kota Yogyakarta terlebih selama masa pandemi Covid 19 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Dari sisi laki-laki dan perempuan, 90 persen data kekerasan masih lebih banyak menimpa kepada perempuan . Ada tiga faktor utama yang menjadi pemicu kasus kekerasan, di antaranya karakter atau kepribadian orang yang memang gemar marah dan suka melakukan tindak kekerasan. Selain itu juga dipicu dari faktor ekonomi serta faktor orang lain. Sebelum pandemi, faktor orang lain muncul dari orang di luar keluarga inti, namun selama pandemi justru muncul banyak kasus kekerasan di dalam keluarga.

 

Pun peningkatan angka kekerasan ini juga menimpa pada anak-anak. Prosentase terbesar pada kekerasan psikis kemudian fisik. Tren kekerasan juga mengalami pergeseran setelah adanya pandemi Covid 19. Jika sebelum pandemi tren kekerasan cenderung berada di sekolah, namun setelah adanya pandemi tren kekerasan bergeser di rumah. Sistem pembelajaran yang dilakukan secara daring/online di rumah membuat intensitas pertemuan antara anak dengan keluarga juga tinggi. Selain itu orang tua yang sebelumnya tidak terbiasa mengajari dan mendampingi anaknya belajar, dengan adanya pandemi ini orang tua juga harus ikut mendampingi anaknya hampir di semua pelajaran. Hal itu mengakibatkan orang tua sulit membagi waktu antara pekerjaan mereka dengan kebutuhan pendidikan anak mereka.

Untuk menekan atau megurangi kasus kekerasan pada perempuan dan anak dibutuhkan kebijakan yang komperhensif. Perlu adanya upaya-upaya pencegahan dan kampanye anti kekerasan oleh semua pihak dan elemen. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak juga tidak kalah penting. Salah satu upaya untuk menekan kasus kekerasan pada anak adalah dengan mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Predikat Kota Layak Anak (KLA) merupakan idaman bagi setiap wilayah di Indonesia, tak terkecuali di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta sendiri merupakan salah satu kota penyandang predikat KLA utama di Indonesia. Kota Layak Anak (KLA) merupakan kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, serta dunia usaha, yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program, kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak dan perlindungan anak. Diperlukan kerjasama yang baik melalui keterlibatan pemerintah, swasta dan masyarakat untuk bersama-sama mengupayakan pemenuhan hak anak.

Selain itu peran dari masyarakat juga sangat penting. Upaya pencegahan kasus kekerasan, dapat dimulai dari keluarga dengan membangun komunikasi antar anggota keluarga dengan penguatan pada agama. Upaya harus dibangun sejak dari dalam keluarga, agar keluarga lebih bisa memahami kondisi yang ada. Setelah dari keluarga, peran lingkungan juga sangat dibutuhkan. Apabila terjadi kasus kekerasan, dapat membuat laporan melaui RT, RW, Satgas maupun aplikasi Jogja Smart Service. Karena tidak semua korban kekerasan baik perempuan maupun anak melaporkan kasus kekerasan ke ranah hukum, maka dari itu Pemerintah Kota Jogja melaui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Jogja perlu melakukan pendampingan kepada korban kekerasan, baik pendampingan secara psikis maupun fisik. Bagi korban yang mengalami kekerasan secara fisik dapat ditangani secara medis. Sedangkan korban yang mengalami kekerasan psikis didampingi dari sisi kejiwaan oleh psikolog.