Pembahasan Raperda RTRW Kota Jogja Tertunda

Saat ini Kota Jogja sedang melakukan pembahasan mengenai Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Tata Wilayah 2021-2040 yang sering dikenal dengan Raperda RTRW. Pembahasan raperda ini berjalan cukup alot karena butuh pencermatan untuk bisa mengakomodir kepentingan berbagai pihak, yaitu masyarakat, pemerintah maupun sektor usaha. Mereka pun turut dilibatkan dalam pembahasan raperda tersebut  dan sudah mendapatkan beberapa hasil yang kualitatif. Akan tetapi, ketika memasuki tahap finalisasi pembahasan harus ditunda karena ada ketentuan dimana daerah harus tunduk terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja. Akhir-akhir ini, dinamika perpolitikan di Indonesia sedang bergejolak sejak pembahasan hingga disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja oleh DPR RI. Dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja tentu akan berimplikasi terhadap kebijakan-kebijakan di daerah baik itu Provinsi maupun Kabupaten/Kota, karena kebijakan di daerah tentu akan menyesuaikan dengan kebijakan pusat.

Berdasarkan hasil pencermatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja dan hasil rapat melalui zoom meeting dengan Kementerian ATR pada tanggal 2 November 2020, Pansus RTRW membuat beberapa catatan. Cahyo Wibowo, anggota Pansus RTRW DPRD Kota Jogja menyampaikan hasil pencermatan tersebut pada Senin (16/11) bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja ini cenderung kurang sejalan dengan apa yang dibahas dalam materi Raperda RTRW Kota Jogja, diantaranya adanya penghapusan kawasan strategis Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dengan adanya penghapusan itu, selanjutnya daerah diminta langsung mengacu pada Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan alasan untuk menghindari tumpang tindih antar produk tata ruang. Pada UU Omnibus Law Cipta Kerja tertulis bahwa regulasi terkait skala dalam rancangan tata ruang tata wilayah, yaitu untuk tingkat Kabupaten : 1: 50.000 dan Kota 1 : 25.000. “Hal ini akan menjadi masalah karena luasan Kota Jogja hanya 32,5 kilometer persegi. Sehingga jika menggunakan skala 1:25.000 yang terlihat dari Kota Yogyakarta hanya Tugu dan Panggung Krapyak,” ucapnya.

Pihaknya juga berpendapat bahwa dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja ini akan membuka celah kewenangan yang lebih luas kepada eksekutif dalam hal ini Bupati atau Walikota karena untuk Rencana Tata Ruang Tata Wilayah diatur dengan Peraturan Daerah sedangkan untuk Rencana Detail Tata Ruang hanya diatur dengan Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota. (fie/ast)