Banyak Warga Kota Jogja Keluhkan Layanan BPJS

Sistem yang digunakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam memberikan layanan ke masyarakat dinilai terlalu rumit. Pemkot Yogya yang sebelumnya sudah mampu memenuhi  Universal Coverage untuk urusan jaminan kesehatan pun didesak agar keluar dari BPJS Kesehatan. Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Yogya Sigit Wicaksono, mengaku dalam berbagai kegiatan jaring aspirasi dengan masyarakat, hampir setiap keluhan yang ia terima berkaitan dengan layanan BPJS Kesehatan. "Sebelum Pemkot mengalihkan kegiatan jamkesda ke BPJS Kesehatan, warga Kota Yogya hampir tidak memiliki kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan. Tetapi sekarang ini justru semakin rumit," tegasnya.

Oleh karena itu, dirinya mendesak agar Pemkot lebih mendengar keluhan yang terjadi di masyarakat. Hal ini karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang harus dijamin oleh pemerintah. Sehingga ketika layanan di BPJS Kesehatan tidak semakin memberikan kemudahan bagi warga, maka sudah seharusnya Pemkot Yogya menarik diri dan kembali menjalankan program jamkesda. Sigit memaparkan, keluhan yang dialami warga tidak hanya saat hendak mengakses fasilitas layanan kesehatan melainkan juga administrasinya. Dulu sebelum masuk dalam BPJS Kesehatan, setiap penduduk cukup menunjukkan KTP maupun kartu keluarga sudah bisa berobat di semua fasilitas layanan kesehatan terdekat. "Sekarang sistemnya sangat ribet. Belum lagi dengan sistem rujukan berjenjang atau online. Sistem itu dibuat seharusnya untuk memudahkan, bukan menyulitkan," tandasnya.

Dicontohkannya, warga yang akan mengakses layanan kesehatan paripurna, setidaknya membutuhkan waktu lima hari. Pasalnya, setelah dari puskesmas harus melalui rumah sakit tipe D terlebih dahulu, baru kemudian ke tipe C, B, dan A. "Dari setiap tipe itu minimal butuh satu hari. Belum lagi tambahan biaya transportasi untuk mengakses ke tiap tipe. Kasihan warga," katanya. Di samping itu, program jamkesda yang sebelumnya sudah digulirkan jauh lebih efektif. Anggaran yang dikeluarkan disesuaikan dengan biaya yang dimanfaatkan warga. Sehingga jika ada kelebihan anggaran, otomatis kembali ke kas daerah. Berbeda dengan iur BPJS Kesehatan yang cenderung selalu naik serta tidak bisa kembali ke kas daerah.  (dhi/ast)