Ratusan Pengendara Betor Aksi Demo di DPRD

Pada Senin (26/11) pagi, gedung DPRD Kota Yogyakarta didatangi ratusan pengendara becak motor (betor) yang tergabung dalam Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY). Mereka bermaksud menyampaikan aspirasi kaitannya dengan Raperda tentang Transportasi Lokal yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPRD Kota Yogyakarta. Mereka menganggap dengan ditetapkannya Raperda itu menjadi Perda dapat mengancam  keberadaan betor di Kota Yogyakarta. “Silakan saja membuat aturan, tetapi jangan merugikan rakyat kecil seperti kami. Jangan melarang pengemudi betor beroperasi di Kota Yogyakarta,” ujar Ketua PBMY, Suparmin saat berorasi di halaman gedung DPRD.

Menyikapi hal itu, Wakil Ketua DPRD dan anggota Pansus Transportasi Lokal DPRD Kota Yogyakarta mengajak mereka duduk bersama di salah satu ruang rapat DPRD untuk berdiskusi mencari solusi bersama. Dalam pertemuan itu, mereka meminta penundaan pemberlakuan Perda sampai ada kepastian prototype (arketipe) sebagai pengganti betor dioperasionalkan. “Kami minta agar Raperda ini tidak diberlakukan dulu. Sabar, sampai benar-benar ada prototype becak alternatif atau becak listrik yang ditetapkan Dinas Perhubungan dan Kementerian Perhubungan,” lanjutnya. Pihak PBMY juga menyesalkan adanya ancaman denda Rp 10 juta dan pidana kurungan penjara 3 (tiga) bulan bagi pelanggar Perda tersebut. Sanksi ini dianggap sangat tidak manusiawi dan merugikan mereka. “Harus diarahkan kalau jangan menggunakan mesin, lalu apa? Bukan justru didenda dan dipidana. Pendapatan kita nggak sampai 10 juta rupiah,” ujar Suparmin.

Ketua Pansus Raperda Transportasi Lokal, Bambang Seno Baskoro membantah bahwa dalam Raperda terdapat sanksi tersebut. Namun setiap Perda memiliki ketentuan sanksi baik berupa denda maupun pidana. Dia menjelaskan bahwa Raperda tersebut merujuk pada UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Raperda tersebut hampir sama dengan yang terdapat dalam UU, bedanya di Pasal 10 kami lebihkan dengan melindungi kendaraan traadisional, karena ini menjadi daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara,” tutur Bambang.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, Wirawan Haryo Yudho menjelaskan bahwa pihak Pemerintah Kota dan DIY telah melakukan uji coba becak listrik (betrik). Selain harus menyesuaikan dengan identitas Yogyakarta, betrik tersebut juga harus mampu difungsikan penuh. Dari arketipe yang semula hanya dengan daya 350 watt ini dianggap terlalu kecil, sehingga Pemkot Yogyakarta melalui Bappeda sedang merancang daya yang lebih besar yaitu 800 watt. “Sepanjang Raperda dibahas, kami serahkan sepenuhnya pada ketentuan dan mekanisme perundangan yang berlaku. Tapi, kendaraan itu harus kuat. Saya tidak mau kalau hanya memenuhi tipe tapi keselamatan dan keamanan tidak terjamin,” terang Yudho.

Sementara itu, anggota Pansus Transportasi Lokal, Antonius Fokky Ardiyanto yang turut menemui pengendara betor mengatakan bahwa pembahasan Raperda sudah memasuki tahap fasilitasi Gubernur dan tidak ada revisi. “Pembahasan sudah selesai dan semua anggota Pansus sepakat untuk tidak mengakomodasi betor sebagai moda transportasi lokal. Yang diakomodasi becak kayuh dan andong,” kata Fokky. Secara tidak langsung, Raperda itu memang melarang adanya betor, tetapi mumpung Raperda belum ditetapkan, masih ada kesempatan bagi pengendara betor untuk menyampaikan aspirasinya disini. Aspirasi tersebut akan menjadi masukan. (ism/ast)